Sabtu, 12 Februari 2011

Matematika ?? Siapa Takut!

Matematika, siapa ayo yang tahu dengan mata pelajaran satu ini?? Pasti semuanya mengacungkan jari karena sejak TK saja anak-anak masa kini telah diperkenalkan dengan si "matematika".

Tapi ketika ditanya
"Siapa yang suka matematika? ayoo, acungkan jari!"
Loh, kok hanya beberapa orang saja yang mengacungkan jari?? kenapa ini?
Begitu di tanyakan kepada mereka yang tidak mengacungkan jari, alasan mereka adalah

"matematika itu seram" (emang matematika hantu y?)
"matematika itu susah" (sesusah apa sih?)
"gurunya killer" (waw, berdarah dingin ya gurunya?)
"mati be belajar matematika" (pantesan kuburan penuh!)
"kapook, gak mau" (lah,, kok gitu?)
"alergi dengan matematika" (matematika itu penyakit kah?)
"gurunya serem jadi males belajar matematika" (haduuuh!)

wah beragam deh alasan mereka.

what?? mtk = hell??


Kenapa demikian?? kok bisa gitu yah? yuk kita cari jawabannya.

Disini saya akan mencoba menguraikan pendapat tentang kenapa "matematika itu sulit dikalangan siswa" saat ini. (check it out)

Menurut Gagne
Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. 

Kondisi eksternal yang baik didukung internal yang baik  maka akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Jadi kondisi eksternal dan internal itu saling berhubungan terhadap hasil belajar.

Begitu pula dengan belajar matematika. Dalam belajar matematika terdiri dari kondisi eksternal, internal, dan hasil belajar. Kondisi eksternal dan internal yang baik akan memberikan hasil belajar matematika yang baik.

Kondisi eksternal yang pertama adalah stimulus lingkungan kepada pembelajar (siswa). Saat ini cenderung lingkungan sangat mempengaruhi si pembelajar dalam mensugesti diri mereka sendiri. Banyak orang "dulu" yang mengatakan bahwa matematika itu sulit dan menyeramkan. Hal ini sudah tertanam dalam pikiran mereka, padahal mereka belum sepenuhnya mengetahui matematika lebih dalam. Sehingga, otak mereka tersugesti dan sulit untuk menerima materi matematika yang diberikan oleh guru. 

Ditambah lagi dengan matematika itu sendiri yang notabene memang banyak “hitung-hitungan” yang kebanyakan lagi siswa enggan dengan berhitung. 

Akibatnya mereka tidak memiliki motivasi awal untuk belajar matematika. Motivasi adalah faktor internal dari dalam diri siswa. Bagaimana siswa mau atau suka terhadap matematika sedangkan motivasi awalnya saja tidak ada.

Sepertinya perlu ditanamkan kepada siswa suatu kata-kata indah “IF U THINK U CAN, U CAN! AND IF U THINK U CAN’T, U CAN’T!” ayoo.. pilih yang mana.

Guru adalah faktor eksternal yang kedua.Disini guru mempunyai peranan yang sangat penting untuk menanamkan motivasi belajar matematika. Pandangan siswa yang terlanjur sudah jelek terhadap matematika yang membuat tidak adanya motivasi awal siswa dapat di luruskan oleh guru. Namun guru matematika malah memperburuk keadaan dengan sikap guru yang tidak “berteman” terhadap siswa. “Berteman” disini adalah sikap guru yang dapat mengerti kemauan dan karakter siswa. 

Dahulu, guru matematika kebayakan dicap “galak”. Misalnya saja, guru yang menghukum siswanya karena tidak bisa mengerjakan soal matematika dengan hukuman fisik seperti berdiri satu kaki didepan kelas dengan tangan menjewer telinga sendiri. Bukankah itu suatu hukuman yang tidak mendidik. Hal ini membuat siswa takut tehadap guru matematika itu. Bukan hanya sampai disitu, akibat lainnya adalah siswa menjadi takut kepada guru dan enggan bertanya jika mereka tidak mengerti. Mereka lebih memilih diam dan tertunduk. Sehingga satu per satu materi yang tidak mereka mengerti akan tertumpuk.
 
Seharusnya guru memberikan motivasi bagi siswa untuk belajar matematika. Guru seharusnya memberikan pelajaran matematika dengan metode-metode yang menyenangkan serta media-media yang sesuai dengan karakter siswa pada umumnya.

Bagaimanapun guru adalah jembatan ilmu dalam belajar pada siswa. Kenapa demikian? Karena guru matematika adalah sarana yang menghubungkan ilmu matematika kepada siswa. Bagaimana bisa ilmu itu sampai kepada siswa jika guru saja tidak dapat menyampaikannya dengan baik.

Untuk itu untuk membuat si anak cinta kepada matematika perlu untuk membuat anak cinta kepada guru matematikanya dahulu. *suatu pembelajaran untuk kita terutama saya sebagai calon guru.


Jadi siapa yang mau pintar matematika??? Belum terlambat kok. Yuk jauh-jauhin deh dari istilah kuno kalau Matematika itu susah!! Mari mulai saat ini bilang “Matematika itu mudah, maka matematika itu akan menjadi mudah”. Terus teriakkan “Matematika, Siapa Takut!" :)
I Love Math so Much


Matematika Itu Indah Kok. Nanti diblog selanjutnya akan diperlihatkan betapa indahnya matematika!

Semangat Baru Untuk Menjadi Guru, Masa depan Bangsa yang Gemilang ada di Tangan Guru yang Mulia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar