Jumat, 04 Februari 2011

Kakek Firdaus, sang guru sepanjang hayat

Inii sebuah pengalaman yang ku alami beberapa minggu yang lalu. Sebuah rencana “ngamen” bersama Tiwi dan Yunong sebagai pengisi waktu liburan kami yang bisa dibilang menjemukan. “Ngamen”, istilah kami untuk hiburan karokean. Ditambah lagi kami mempunyai voucher satu jam ngamen di salah satu tempat karaoke di mall Palembang. Persiapan lagu yang ingin kami nyanyikan pun telah kami persiapkan.
Sore itu hp ku menerima sms dari “mtk 08 tiwul” yang mengatakan bahwa kemungkinan besar esok (hari ngamen) ditunda dulu karena iparnya nenek Tiwi kritis. Apa boleh buat, tak mungkinlah kami bersenang-senang disatu sisi keluarga ada yang sakit. Bagaimana pun keluarga Tiwi juga keluarga Ana karena setidaknya ada setetes darah kami yang sama (sepupu jaaaauuuuh banget). Hanya  bisa mendo’akan yang terbaik untuk kakek. Yah, pada awalnya ana hanya tau kakek itu adalah suaminya nenek yang beberapa minggu yang lalu ana jenguk bersama Tiwi karena Operasi mata. Hanya itu yang ana tahu dan bisa berdo’a lebih jauh karena belum sempat untuk menjeguk beliau dikarenakan mami yang sibuk kerja sedang yang ana pikirkan “ana gak kenal, nanti telanga’ telongo’ b”. itu yang terpikir oleh saat itu.
Suatu malam, sebelum terlelap ana bercerita kepada ibuku tentang kakek itu. Sontak Ana terkejut saat Ibu mengatakan “Masya Allah, itu Om Firdaus y??” setelah ku ceritakan semua itu. Terkejut karena ternyata aku mengenal kakek itu. Beliau sosok gagah, ganteng, tegap, dan pintar. Yah itu semua terlihat dari perawakannya yang terlihat saat beliau main ke rumahku. Beliau sosok guru sejarah. Ibuku bilang beliau adalah sosok yang semua sejarah hapal diluar kepala. Ia seorang guru mami saat SMA dulu. Aku kaget dan muncul niat dibenakku, besok aku akan menjenguknya walau sendiri tak apa. Aku pun terlelap.

Suara telepon rumah yang terletak disamping kamarku berhasil membangunkan aku dari tidur. Masya Allah sudah pukul 5 subuh lewat, siapa yang menelepon sepagi ini ku kira. Sayup-sayup ku dengar, ibuku mengatakan “Innalillahi”. Sontak aku langsung melihat hp yang tak disengaja tersilent semalam. Sudah ku duga, ada sms dari Tiwi : “Innalillahi, Pu, tlg ksh tw mami n yg laen d rmh y. Kakek firdaus meninggal barusan ini”. Aku pun terdiam… Penyesalan yang sangat dalam.

Disini aku mengambil pelajaran, jikalau kita mendapatkan kabar saudara yang sakit maka bersegeralah menjeguknya, mendo’akannya.  Jangan karena “ah, tak terlalu kenal” jadi menunda-nunda untuk menjeguknya.

Hari itu pun aku mendapati sebuah cerita bahwa beliau adalah sosok guru seumur hidup. Mengapa ku katakan demikian?? Sebelum masuk rumah sakit, beliau masih sempat mengajar. Waw, hebatnya.. Kakek masih semangat untuk berbagi ilmunya padahal kondisinya yang tak begitu sehat itu. Saat Ana melayat pun, sebuah mobil dinas pemerintahan terparkir di depan lorong rumah beliau. Hati kecil ini bertanya siapakah gerangan?? Ditambah lagi sepanjang lorong menuju rumah beliau, karangan-karangan bunga dari berbagai instansi berjejer rapi. Terbaca oleh ku dari NAD. Subhanallah, begitu banyaknya pengalaman beliau pasti. Mobil pejabat yang terlihat tadi adalah mobil seorang bupati Muara Enim yang sedang melayat pula di rumah beliau. Sebuah semangat baru tersuntik didalam hatiku. Betapa mulianya jadi guru. Melahirkan banyak generasi masa depan. Jasamu guru sepanjang masa. Aku mulai ingin benar-benar menjadi guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar