Senin, 10 Oktober 2011

Ada Cerita di Hari Rabu

Adzan subuh membangunkan diriku untuk memulai aktivitas. Subuh yang lumayan dingin karena beberapa jam yang lalu kotaku tercinta diguyur hujan. Sedikit bermalas-malasan aku pun beranjak dari tempat tidurku. Sama seperti hari-hari sebelumnya, diri ini masih harus berangkat pagi menuju Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Palembang. Bukan sebagai siswa tapi sebagai mahasiswa PPL yang mendapat amanah di SMP N 4 Palembang.

Kira-kira pukul 05.50 WIB Ana berangkat dari rumah. Lumayan jauh jarak antara rumah dengan SMP N 4 Palembang. Tak tahu berapa kilometer tepatnya, yang jelas butuh 3 kali berganti kendaraan umum untuk sampai disana. Pertama, Ana harus naik ojek dari pangkalan ojek putri kembang dadar yang tak jauh dari lorong rumah. Sebenarnya bisa saja naik oplet kuning jurusan Musi 2 - RRI, namun jam segitu oplet masih jarang muncul. Jadi tak ada pilihan lain selain naik ojek. Walau terkadang sebenarnya takut pada seorang tukang ojek yang dikenal kriminal, sering keluar masuk penjara dari kasus pencurian sampai pembunuhan. Orang tua sering mewanti-wanti untuk tidak naik ojek si tukang ojek itu. Alhamdulillah, sepagi itu sepertinya si tukang ojek tidak kelihatan batang hidungnya. Jarak yang tak terlalu jauh itu dihargai Rp 3.000, sebuah harga pasaran dari pangkalan ke taman (simpang SMA Negeri 10 Palembang). Ana turun di taman tepatnya di depan sebuah rumah luamyan besar milik seorang kader partai. Ah tak penting lah itu rumah siapa, pokoknya Ana menunggu bis kota jurusan bukit-pasar disana.

Tak perlu untuk menunggu lama, dalam hitungan menit biasanya bis berwarna biru itu sudah muncul. Dengan ongkos Rp 2.000 Ana diantarkan bis biru di Simpang RSK Charitas. Ana sering menjadi menjadi pengguna jalan yang bisa dikatakan tidak ikut aturan. Ana biasanya turun dari bis bukan pada tempatnya. Simpang RSK Charitas adalah simpang dengan 4 arah, lampu merah yang cukup lama membuat ana berani turun dari bis ketika bis berhenti karena menunggu lampu merah. Ana kurang tahu sebenarnya diperbolehkan atau tidak hal seperti itu dilakukan. Tak ada yang memarahi, padahal tepat di depan simpang itu ada pos polisi lengkap dengan polisi berjaket hijau kekuning-kuningan. Perjalanan pagi itu kemudian dilanjutkan dengan angkutan kota (angkot) jurusan Ampera-Lemabang yang sering bikin diri sewot. Sewot karena mobil ini *ngetemnya lama sekali. Menunggu penumpang penuh baru angkot itu beranjak. Walau sebenarnya hanya diperlukan 10 menit saja dari simpang itu untuk sampai di SMP N 4 tapi berasa lama sekali.

Lumayan lelah sepagi itu harus 3 kali naik turun untuk bisa sampai di tempat tugas itu. Awalnya terasa melelahkan sekali tapi lama-kelamaan sudah mulai terbiasa dan menyukai suasana jalanan di pagi hari di kota ku tercinta, Palembang. Bebas macet.


Tak ada yang beda dari hari-hari sebelumnya, begitu masuk gerbang sekolah lengkap dengan almamater kuningku langsung melangkahkan kaki ke dapur sekolah untuk menitipkan tas. Lho kok ke dapur? yah, karena perpustakaan tempat PPL berkumpul belum dibuka, Ibu Tuti "ibu perpustakaan" belum tiba sepagi itu. Pukul 06.30 WIB kira-kira. Dengan sigap mengambil sapu lidi dan menyapu halaman sekolah. Ana mengambil "lahan" menyapu di taman depan ruangan BK dan UKS. Tak terpikir panjang oleh ku bahwa malam tadi hujan deras mengguyur daerah ini juga. Alhasil taman yang bertanah lumayan becen itu mengotori sepatuku. Walaupun ana termasuk yang pembersih-bersih amat, tapi risih juga dengan tanah-tanah yang lengket di sepatuku. Ditambah lagi hari itu Ana memakai sepatu berwarna putih. hm.. Astaugfirullah, jangan sampai jatuhnya ini tidak ikhlas. Setelah Ana anggap "lahan" itu bersih, Ana meletakkan sapu lidi kembali ke tempat awalnya. Tiba-tiba, ada segerombolan murid berjalan mendekati ruangan UKS sambil berteriak-teriak memanggil salah satu dari kami, "Pak, Pak, Ada yang jatuh!". dalam hatiku bergumam "ah, jatuh,, paling lecet sedikit." tetapi ada pula siswa yang berkata "pak, pak, liat tangannya kok begitu?" sambil menunjuk tangan salah satu dari mereka. Ana bergumam kembali, "ada apa dengan tangannya? luka parahkah?" Ana pun ikut terusik dengan kegaduhan mereka, memanjangkan kepala, mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan anak tersebut. dan... auuuu, sontak kaget, histeris, tapi untunglah tidak berteriak kencang. tulang pergelangan tangan kanan si anak bergeser, tidak pada posisinya lagi. Kelihatan betul pergeseran tulangnya itu. Kami pun kalang kabut, ada yang mencoba menenangkan si anak, ada yang mencoba berlari ke ruang guru mencari guru yang bisa dimintai tolong, sedangkan Ana masih ketakutan melihat si anak yang keliatannya belum merasakan sakit apa-apa. Setelah seorang guru datang, si anak sudah dibawa ke ruang UKS dan dibaringkan disana. Tak ada air mata yang keluar dari si anak itu, Akbar namanya. Akbar cukup kuat menahannya, mungkin dibenaknya saat itu, "ada apa dengan tanganku?", "kenapa dengan tanganku". dengan raut wajah yang mulai menahan sakit dan menahan tangis, Ana haru melihatnya. Begitu kuatnya dirimu dek, jikalau Ana yang berada di posisimu, pasti sudah menangis tersedu-sedu. Secepatnya kami menghubungi orang tua dari Akbar dan mereka pun langsung datang kesekolah. Akbar pun di bawa ke seorang tukang urut yang tak terlalu jauh dari sekolah. Semoga cepat sembuh Akbar. ^_^

Cerita hari ini belum sampai disitu. Hari ini Ana ada 3 jam pelajaran di kelas VIII.8. Kelas yang lumayan nakalll anak-anaknya. Kebetulan 2 jam sebelum pelajaran Ana dimulai, Ana diberi tugas untuk mengawasi mereka mencatat apa yang telah diperintahkan guru. Dengan senang hati menuju kelas VIII.8. Menit demi menit berlalu sampai akhirnya Syafira mengadu, "bu Ana, Fajar nangis bu!". waduw,"ada apa pula dengan anak ini?" gumamku. Ana pun mendekati Fajar dan bertanya, "Fajar, kenapa menangis?". tapi tak ada jawaban, yang ada hanya tambah menangis. haduh, pengalaman apa ini..

Ana coba bertanya pada Syafira, Anak perempuan yang mengadu padaku tadi. "Syafira, Fajar kenapa?". Dengan wajah yang merasa bersalah ia menjawab, "tadi kami nanyain tentang ayahnya bu, dia cerita, trus dia nangis." Ana masih bingung, "memang ada apa dengan ayahnya Fajar?". Syafira menjawab, "Ayahnya udah meninggal setahun yang lalu bu". Zeeep, rasanya darah berhenti mengalir sebentar ketika mendengar jawaban Syafira tadi. Ya Allah, sama seperti ku...

Ana mencoba menghibur Fajar, memberi perhatian layaknya Ana menjadi seorang kakak baginya, Layaknya yang mempunyai nasib yang sama dengannya. "FAjar, sama donk dengan IBu, Ibu juga sudah dak ada Ayah lagi sejak kelas 1 SMP. Liat ibu deh, Ibu sekarang jadi cewek yang kuat. Nanti kalo Fajar sudah besar, Fajar pasti jauh lebih kuat dari ibu." bukan jawaban "iya bu" atau sebuah anggukan yang diberikan Fajar padaku, "tapi malah sebuah cerita panjang bagaimana sayangnya ia kepada Ayahnya, bagaimana Ayahnya meninggal, dan bagaimana perasaannya dibanding dengan teman-teman lain yang masih lengkap keluarganya." Ya Allah, seketika air mata ini mengalir, Ana terharu, Ana tahu apa yang dirasakan Fajar. Perasaan yang sampai saat ini sering membuat Ana menangis tersedu-sedu. Tak ada yang bisa ku perbuat, Ana hanya bisa membiarkannya menangis, biarlah ia mengeluarkan apa yang ia rasakan, "tak perlu ditahan nak, menangislah" bisikku dengan Fajar. ".. kalau sudah, nanti ke WC. Mukanya di raup y!". Fajar mengangguk.

Pelajaran pun dimulai..
Hingga bel berbunyi dan pulang
Begitu berharganya pengalaman hari ini.

Sepanjang perjalanan pulang, lamunanku melayang pada apa yang dialami hari ini.
pertama, apa pun bisa terjadi atas kehendak Allah, Akbar, siswa yang jatuh tadi pagi, padahal hanya sekedar jatuh biasa tapi bisa separah itu. Apa yang diperlihatkan Akbar ketika musibah itu datang, ia tak memberikan gurat kecemasan. Tak menambah cemas orang disekitarnya. Sedangkan Ana? Sakit perut sedikit saja, panik dan mengeluhnya terus menerus. Ah, seandainya Ana bisa begitu.
Kedua, Fajar. Anak polos ini begitu menyayangi Ayahnya. MAsih merasa iri dengan teman lain yang punya keluarga lengkap. Fajar sekilas mempunyai nasib yang sama dengan diriku, walau sebenarnya berbeda. Ana harus bisa lebih kuat. Ternyata banyak orang yang bernasib sama dengan diri ini atau bahkan lebih memprihatinkan dari Ana.

Yah,, Ana punya cerita di hari Rabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar